Menkes Akui Keterlambatan Indonesia Wujudkan Kemandirian Vaksin

oleh
Sumber: borobudurnews

Menkes Akui Keterlambatan Indonesia Wujudkan Kemandirian Vaksin

www.suryanenggala.id– Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa Indonesia terlambat dalam mewujudkan resiliensi dan kemandirian vaksin dengan cara mengembangkan sekaligus memproduksi secara massal vaksin Covid-19 karya anak bangsa.

Akibat yang diperoleh, kini Indonesia harus bersiap dalam kendala ketersediaan alias stok vaksin yang saat ini menjadi rebutan dari banyak negara. Diketahui Indonesia juga terdampak embargo vaksin dari India yang mana Indonesia kehilangan 10jt dosis vaksin gratis dari kerja sama mulyiteral GAVI pada April 2021.
“Kita walaupun agak terlambat, ya kita lakukan sekarang. Karena kita sangat membutuhkan vaksin-vaksin asli Indonesia agar bisa mengatasi masalah resiliensi. ” ucap Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

Menkes Budi mengaku pihaknya akan sangat mendukung segala jenis penilitian yang dilakukan baik para ahli akademisi hingga perguruan tinggi di Indonesia. Dukungan itu salah satunya wujud dalam mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 400 miliar untuk penelitian virus Covid-19 pada 2021.

Tak hanya itu, Menkes Budi juga meminta dukungan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk tetap bekerja secara independen. Dan mengawasi sekaligus mengevaluasi seluruh penelitian tentang vaksin maupun obat Covid-19. Menkes Budi juga meminta segala bentuk penelitian tetap berdasarkan kaidah dan etika peneleitian yang dimulai dari uji praklinik, uji klinis hingga post marketing.
“Saya mendengar bahwa di setiap penelitian, ada namanya lembah kematian, di mana hasil penelitian itu kemudian gagal terealisasi. Nah, itu salah satu tugas negara, kita menggandeng para peneliti melewati lembah kematian dengan aman, ” ucapnya.

Baca juga :

Saat ini Indoenesia tengah mengembangkan vaksin karya anak bangsa yang dinamai vaksin Merah Putih. Sejauh ini, terdapat eman institusi atau lembaga yang ikut mengembangkan vaksin tersebut namun dalam platform yang berbeda. Di antaranya Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada.

Untuk Eijkman, vaksin dengan subunit protein rekombinan itu saat ini tengah dalam riset pengembangan dan persiapan uji hewan untuk proof of concept. Selanjutnya vaksin dari Unair yang mengembangkan metode inactivated virus dan Adenovirus masuk tahapan pre klinis, persiapan uji klinis dan produksi biji vaksin.

LIPI dengan metode protein rekombinan saat ini dalam proses transfeksi ke dalam sel mamalia dan karakterisasi protein. Kemudian, ITB dengan metode sub-unit protein rekombinan dan Adenovirus vector masuk tahap purifikasi protein subunit dan produksi vektor adenovirus.

Dua yang lain, yakni UI dengan metode pengembangan DNA dan mRNA telah memasuki riset pengembangan dan persiapan uji hewan. Sementara terakhir dari UGM dengan subunit protein rekombinan memasuki tahapan pengembangan DNA sintetik ke vektor prokariotik dan sel mamalia.

Dari keenam vaksin itu, pemerintah menargetkan dua paling tercepat untuk diberikan izin penggunaan darurat (EUA) hingga produksi massal adalah vaksin merah putih dari Eijkman dan Unair.

(Tim)

Response (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *