HKTI Pimpinan Moeldoko Menyambut Gembira Pemerintah Prabowo Akan Berpihak Pada Petani
Suryanenggala.id, Jakarta – Peringatan Hari Tani Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pimpinan Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko melaksanakan rangkaian kegiatan Hari Tani Nasional yang ditutup dengan kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang bertema “Petani Sebagai Penyangga Ketahanan Pangan Nasional: yang dilaksanakan hari Selasa 1 Oktober 2024 sekaligus memperingati Hari Kesaktian Pancasila di kantor Dewan Pengurus Pusat HKTI di komplek Kementerian Pertanian Jalan Harsono Rm, Ragunan Jakarta Selatan.
Dalam acara FGD tersebut, DPP HKTI mengundang narasumber dari Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta dari akademisi, yaitu Prof. Dr. Agus Pakpahan yang merupakan Rektor Universitas Koperasi Indonesia dan Prof. Dr. Budi Mulyanto Rektor Universitas Nusa Bangsa.
Acara dibuka oleh Ketua Harian DPP HKTI, Mayjen TNI (Purn) Dr. Bachtiar Oetomo yang mewakili Ketua Umum DPP HKTI
Jend. TNI (Purn) Dr. Moeldoko.
Dalam sambutannya, Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Oetomo menaruh harapan besar terhadap pemerintahan Prabowo yang diyakini akan berkomitmen terhadap pembangunan disektor pertanian karena pak Prabowo sangat mencintai petani, saya yakin dan optimis pak Prabowo bisa membawa harapan besar untuk kemajuan pertanian di Indonesia, ujarnya.
Dalam acara Forum Group Discussion tersebut, narasumber lebih menyoroti banyaknya persoalan yang dialami oleh Petani dari minimnya ketersediaan lahan pertanian, dimana di Indonesia banyak kawasan hutan yang masih nganggur tetapi kawasan pertanian yang justru lebih sedikit bahkan banyak petani yang masih kesulitan dalam mendapatkan akses pemanfaatan hutan sosial, juga menyoroti masih rendahnya penggunaan teknologi pertanian bagi para petani di Indonesia serta minimnya ketertarikan generasi muda di sektor pertanian, hal ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah, jangan sampai nantinya di Indonesia mengalami ketergantungan impor pangan dalam skala besar dan panjang karena rendahnya produksi pangan yang ada.
Dikatakan oleh Profesor Agus Pakpahan yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar HKTI, bahwa sektor pertanian di Indonesia dari rendahnya pendapatan menempati urutan pertama dan ini yang membuat anak-anak muda Indonesia tidak tertarik, lanjutnya.
Bahkan diidentikan profesi petani merupakan profesi dengan SDM rendah, ini yang harus dijawab oleh Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada petani, seperti di negara maju yang memprioritaskan pembanguan sektor pertanian sehingga pendapatan petani di negara maju menempati urutan atas dari tingginya penghasilan, hal senada juga disampaikan Profesor Budi Mulyanto yang menilai bahwa untuk meningkatkan produksi pangan nasional maka harus ada pembelaan terhadap petani, baik dari skill petani, pengadaan lahan melalui akses yang mudah dan luas terhadap pemanfaatan perhutanan sosial, bantuan permodalan sampai pada penyerapan komoditi pertanian hasil panen para petani.
Para pembicara lain dari Kementerian, seperti Sesdirjen PSKL Kementerian LHK juga menyampaikan akan serius dalam menangani kawasan perhutanan sosial yang berpihak pada petani agar bisa membantu petani untuk tetap menanam dan bisa memproduksi pangan nasional, juga disetujui oleh pembicara lain dari Kementerian ATR/BPN, yang diwakili Dr. Ir. Rudi Rubijaya selaku Direktur Land Reform akan mendorong hak-hak petani dalam memanfaatkan lahan melalui kebijakan Tanah Obyek Reforma Agaria (TORA).
Kegiatan FGD Pertanian selain dihadiri para pengurus HKTI juga dihadiri organisasi Masyarakat Tani Hutan Wonolestari Bromo, organisasi Petani JAWARA, pelaku pertanian sagu dan para mahasiswa.
Diskusi FGD HKTI dalam memperingati Hari Tani Nasional yang dimoderatori Afifidin Ghozalian selaku wasekjen DPP HKTI, menyimpulkan bahwa keberadaan Petani sebagai Penyangga Pangan Nasional harus disertai kebijakan pemerintah yang pro terhadap para petani bukan kepihak korporasi semata, karena berdasar pengalaman banyak lahan-lahan yang sudah dikuasai dan dimanfaatkan oleh rakyat yang ditanami tanaman pangan tetapi tiba-tiba terbit HGU yang diberikan ke korporasi perkebunan, ini sangatlah melukai hati petani yang selalu dituntut memproduksi pangan tetapi keberpihakan terhadap petani masih kecil.