Pembuatan dan Perlindungan Sempadan Sungai Oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri

oleh
Pembuatan dan Perlindungan Sempadan Sungai Oleh Dinas pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri

Pembuatan dan Perlindungan Sempadan Sungai Oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri

www.suryanenggala.id – Kediri. Dinas Pekerjaan Umum Dan Penatan Ruang ( pupr ) kota Kediri , Melalui Kepala Dinasnya Ibu Endang Sartika Sari S.t M.M .Menyampaikan Pentingnya Perlindungan sempadan Sungai yang ada diwilayah Kota Kediri, Guna melindungi daerah disekitar sungai dan mempertahankan kelestarian fungsi sungai.itu perlu diperhatikan.

Berdasarkan Undang-undang Sungai No. 38 Tahun 2011, sungai adalah saluran air alami dan/atau buatan manusia atau tempat penampungan air berupa parit drainase dan air yang dikandungnya dibatasi pada kedua sisinya dari hulu sampai muara oleh garis batas, yaitu garis maya di kiri dan di kanan Sungai terdiri dari dasar sungai dan tepi sungai.

Tepian sungai meliputi ruang antara garis batas dan tepian dasar sungai di sisi kiri dan kanan dasar sungai jika sungai tidak dibendung, atau ruang antara garis batas dan tepi luar kaki bendungan anak sungai. . Menurut Lampiran III Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012, bantaran sungai termasuk dalam kawasan lindung yang ditetapkan, yang tugas utamanya adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang meliputi sumber daya alam dan buatan.

Sungai memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan manusia, yaitu sebagai sumber air. Oleh karena itu, sungai dan kelangsungan aktivitasnya harus dijaga agar tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang di sekitarnya yang menjaga lingkungan sungai.

Untuk melindungi kawasan sekitar sungai, perlu dibuat sempadan sungai yang tujuannya adalah:

  1. Aktivitas sungai tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang di sekitarnya;
  2. Eksploitasi dan upaya menambah nilai manfaat sumberdaya alam sungai yang ada dapat mencapai hasil yang optimal dengan tetap mempertahankan fungsi sungai.
  3. Efek air sungai yang merusak secara ekologis dapat dibatasi.

Selain itu, penetapan garis sempadan sungai merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap masyarakat untuk mencegah daya rusak ekologis air sungai. Misalnya, banjir yang akan datang. Dengan kata lain, bantaran sungai juga dapat disebut sebagai kawasan rawan bencana yang sangat berbahaya bagi masyarakat apabila dijadikan sebagai kawasan pemukiman atau komersial.

Tindakan pencegahan untuk melindungi sempadan sungai diatur dengan Peraturan No. 28/PRT/M/2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Penetapan Batas Sungai dan Batas Laut.
(1) Garis batas sungai tanpa tanggul di kawasan perkotaan ditetapkan dengan:

a) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan aliran sungai sepanjang aliran sungai, apabila kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
B. sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan aliran sungai sepanjang aliran sungai apabila kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; Dan
C. sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan dasar sungai sepanjang aliran sungai apabila kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

2) Garis batas tanggul pada kawasan terbangun ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Dalam hal terdapat tanggul penahan banjir di Joenranta, ruang antara tepian dasar sungai dan tepi dalam kaki tanggul adalah tepian sungai yang berfungsi sebagai ruang banjir.

(3) Garis batas mata air ditetapkan mengelilingi mata air dengan jarak sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.

Baca Juga :
Pembuatan dan Perlindungan Sempadan Sungai Oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri

Kondisi sungai tersebut dapat digambarkan berdasarkan hasil observasi di Negara Indonesia kemudian disesuaikan dengan peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 28/PRT/M/2015. batas sebagai berikut:

Saat ini, masih banyak bangunan di sepanjang sungai. Pembangunan gedung-gedung tersebut harus disiplin, karena gedung-gedung tersebut dapat mengubah fungsi sempadan sungai. Bangunan yang terletak di sepanjang sungai melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan P erumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang penetapan batas sungai dan laut. Peraturan tersebut melarang pendirian bangunan kecuali bangunan tertentu yang mendukung pemanfaatan air sungai dan kebutuhan masyarakat.

Kawasan tepi sungai hanya dapat digunakan untuk bangunan prasarana pengelolaan air, jembatan dan galangan kapal, jaringan pipa gas dan air minum, kabel listrik dan telekomunikasi, bangunan listrik dan kegiatan lainnya, sepanjang tidak mengganggu pengoperasian sungai seperti pembangkit. Sayuran, sedangkan dalam hal bangunan, tempat tinggal atau tempat usaha tidak boleh berada di tepi sungai. Dalam hal terdapat bendungan pada bantaran sungai untuk penahan banjir, perlindungan tubuh bendungan dilakukan dengan melarang penanaman tanaman selain rumput, pembangunan gedung dan pengurangan dimensi bendungan.

Pemanfaatan sempadan sungai atas izin menteri, gubernur, atau kepala negara/walikota dalam lingkup kewenangan pengelolaan airnya, dengan memperhatikan rekomendasi teknis dari komisioner pengelolaan air di wilayah sungai yang bersangkutan.

Bangunan tepi sungai yang dibangun dengan prosedur perijinan yang benar dinyatakan status quo dan harus direhabilitasi secara bertahap untuk mengembalikan fungsi bank.

Sanksi yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Sumber Daya Air Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 terhadap setiap orang yang menggunakan sumber daya air dengan sengaja merusak sumber air, lingkungan hidup, dan/atau prasarana sumber daya air di sekitarnya adalah pidana penjara. paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp. 2.500.000.000,00 (dua puluh lima ratus juta rupiah) dan sampai dengan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sementara itu, barang siapa dengan sengaja melakukan kegiatan struktural atau nonstruktural pada suatu sumber air tanpa izin pemerintah pusat atau negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 tahun. (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dengan itu Ibu Endang Sartika Sari srlaku Kepala Dinas. menghimbau kepada seluruh jajarannya dan masyarakat luas untuk bersama – sama melindungi dan mengawasai sempadan Sungai yang ada.

(Sumber : Humas PUPR)

(Achm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *