Lahan di Jalan Batu Tulis Dieksekusi, Lenny Gunarti Hidayat: Masih Ada Keadilan di Negeri Ini

oleh

Lahan di Jalan Batu Tulis Dieksekusi, Lenny Gunarti Hidayat: Masih Ada Keadilan di Negeri Ini

www.suryanenggala.id, JAKARTA – Setelah menanti belasan tahun, Lenny Gunarti Hidayat, ahli waris Suryadi Hidayat/Tjie Tian Hie, pemilik tanah di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A, Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, akhirnya bernapas lega.

Petugas eksekusi PN Jakarta Pusat memakai alat berat meratakan bangunan di atas lahan milik ahli waris Lenny Gumarti Hidiayat.

Hak keperdataan atas tanah ayahnya yang bersengketa, akhirnya kembali dikuasainya. Itu terjadi setelah dilakukannya eksekusi pengosongan dan pembongkaran bangunan oleh tim juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Moe Yunny Raharja pihak ketiga yang mengklaim sebagai pemilik dan menguasai fisik bangunan tak mampu berbuat banyak saat tim eksekusi tiba di lokasi. Moe yang akrab disapa Irwan itu sempat berusaha menghalangi kehadiran tim juru sita yang akan melaksanakan tugasnya berdasarkan Penetapan Daft. NO: 52/2018.EKS.Jo.Perkara Nomor: 349/PDT.G/2009/PN.JKT.PST.Z.Jo.298/PDT/2010/PT.DKI,Jo
No. 558 PK/PDT/2014. Moe Yunny Raharja diusir paksa tim eksekusi PN Jakarta Pusat.

Dihadapan Moe, tim juru sita membacakan surat penetapan eksekusi pengosongan yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr. Yanto, SH, MH. 

“Eksekusi ini dilakukan berdasar putusan Pengadilan Negeri No. 349/PDT.G/2009/PN.JKT.PST.Z.Jo.298/PDT/2010/PT.DKI,Jo
No. 558 PK/PDT/2014. Itu dasae eksekusinya, putusan PK, jadi harus mengembalikan obyeknya. Dulu pernah dieksekusi oleh termohon skr kita eksekusi balik,” ucap juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dimas kepada awak media di lokasi, Rabu (1/2/2023).

Dimas menyatakan eksekusi tersebut seharusnya dilakukan pada 2019. “Kita tunda karena ada perlawanan (bantahan), jadi hak orang kita hagai. Karena sampai tingkat banding sudah putus, maka bantahannya ditolak, maka kita langsung eksekusi,” jelasnya.

Setelah penetapan eksekusi dibacakan, satu unit alat berat yang telah disiapkan tim juru sita angsung bergerak masuk ke lokasi dan membuka paksa pintu pagar yang telah digembok dan diikat kuat dengan las oleh Moe.

Dalam sekejap, mesin perata bangunan langsung menghujani pilar-pilar beton yang dibangun Moe Raharja di tanah milik Suryadi Hidayat/Tjie Tian Hie, itu.

Dalam perkara ini, Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris Suryadi Hidayat bertindak sebagai Pemohon, melawan Hendry Lathianza dan Martin Lunardi selaku Termohon I dan II..

Adapun isi Penetapan Eksekusi menyatakan Penggugat Lenny Gunarti Hidayat adalah pihak yang paling berhak atas tanah seluas 833 meter persegi berikut bangunan di atasnya berupa bangunan induk dan bangunan paviliun di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A, Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Moe Yunny Raharja (kaos kuning) berdiri di depan pintu pagar berusaha menghalangi masuk petugas eksekusi PN Jakarta Pusat. 

Dengan dilaksanakannya eksekusi, Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris tak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Ditemani Megantoro suaminya, Lenny terlihat berfoto-foto bersama beberapa keluarganya di lokasi eksekusi. 

“Perasaan saya terharu sekaligus lega, akhirnya keadilan berpihak pada kebenaran. Itulah kebesaran Yang Di Atas,” ucap Lenny.

“Semua saya serahkan kepada proses hukum, saya percaya masih ada hukum dan keadilan di negeri ini,” sambungnya.

Firdaus dari Kantor Hukum Yusup Supono dan rekan yang bertindak selaku tim kuasa hukum Lenny Gunarti Hidayat, menyebut persoalan kasus tanah di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, sudah berlangsung sejak 1975 antara penyewa dan pemilik lahan.

“Pemiliknya bernama Tjie Tian Hie (Suryadi Hidayat). Penyewa bernama Thian Tjhong Shoeng. Keduanya sudah meninggal dunia,” ujar Firdaus.

Lenny Gunarti Hidayat mewakili ahli waris Tjie Tian Hie (Suryadi Hidayat), adapun Hendry Lathianza dan Martin Lunardi (kakak beradik) sebagai ahli waris dari penyewa bernama Thian Tjhong Shoeng.

Riwayat Masalah

Firdaus menyebut ihwal gugatan berawal dari pihak penyewa yang merasa telah membeli tanah tersebut dari N.V. Oei, sebuah Perusahaan Perdagangan, Perindustrian, Pembangunan, Vaan dan Ekspedisi Oei, di masa itu. 

“Di tahun yang sama setelah itu, Thian Tjhong Shoeng mengajukan permohonan sertifikat, tapi ditolak oleh BPN. BPN beralasan karena di obyek tanah itu sudah ada sertifikat atas nama Suryadi dengan nomor 128 Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir,” terangnya.

Suryadi kemudian digugat ke pengadilan. Tapi, kata Firdaus, gugatan Thian Tjhong Shoeng ditolak. “Pak Suryadi Hidayat ini dari tahun 1966 telah memiliki HGB, setelah tahun 1968 ditingkatkan menjadi hak milik,” bebernya.

Dalam perjalanan, penyewa Thian Tjhong Shoeng memohon dibatalkan sertifikat 128 ke BPN dan disetujui. Karena sertifikatnya dibatalkan, Suryadi yang merasa dirugikan lantas menggugat BPN dan Thian Tjhong Shoeng. 

“Pemilik (Suryadi) menggugat hingga PK di tahun 1994,” ulas Firdaus.

Dia menyebut di obyek tanah seluas 833 M2 milik Suryadi ada rumah induk (disewakan) dan rumah paviliun ditempati oleh Suryadi. “Entah bagaimana si penyewa rumah induk bisa terbit sertifikat HGB No. 663 Kebon Kelapa a/n Thian Tjhong Shoeng. 

Thian Tjhong Shoeng meninggal di tahun 2002. Pada tahun 2007, dua kakak beradik anak Thian Tjhong Shoeng, Hendry Lathianza dan Martin Lunardi membuat sertifikat terhadap rumah paviliun menggunakan warkah yang pernah ditolak oleh pengadilan di tahun 1975.

Sejurus kemudian di tahun 2007, keluar sertifikat No. 2462 di atas tanah milik Suryadi. Munculnya sertifikat No. 2462 yang baru diketahui oleh Suryadi di tahun 2009 itu kemudian digugat ke PTUN. 

“Tingkat awal sampai kasasi Pak Suryadi kalah. Tapi di tahun 2013 mengajukan PK dan akhirnya menang. Sertifikat 2462 kemudian dibatalkan,” ucap Firdaus.

Rupanya persoalan  tidak berhenti sampai di situ. Hendry Lathianza dan Martin Lunardi berbekal sertifikat yang telah dibatalkan warkahnya oleh pengadilan di tahun 1975, tanpa hak diduga menjual tanah tersebut ke Moe Yunny Raharja. Alhasil, Moe Yunny Raharja sebagai pihak ketiga ikut terseret dalam kasus itu.

Moe Yunny Raharja melakukan perlawanan terhadap eksekusi yang seharusnya dilaksanakan pada 2019. Namun, upaya perlawanan Moe Yunny Raharja hingga tingkat banding ditolak.  

Moe.Yunny Raharja yang hadir di lokasi mengenakan kaos berwarna kuning dan Harjajdi Jahya kuasa hukumnya, tak bisa berbuat banyak mempertahankan obyek tanah bersertifikat yang dia beli dari Hendry Lathianza dan Martin Lunardi, yang status keabsahannya telah dibatalkan oleh pengadilan pada tahun 1975 itu.

Bangunan pondasi berstruktur beton yang dia bangun di atas lahan ahli waris Lenny Gunarti Hidayat itu dibongkar alat berat dengan pengawalan tim juru sita PN Jakarta Pusat.

Terhadap kehadiran Moe Yunny Raharja, Firdaus selaku kuasa hukum Lenny Gunarti Hidayat, mengaku tak ambil pusing. Dia menyatakan keberadaan Moe Yunny.Raharja di lokasi itu sebagai pihak yang salah alamat. 

“Dia kemungkinan membeli dari Hendry Lathianza dan Martin Lunardi. Anda bisa simpulkan sendiri siapa yang keliru dalam.hal ini,” ujar Firdaus.

“Eksekusi harus dijalankan demi tegaknya dan kepastian hukum bagi masyarakat,” pungkasnya. (tk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *