Polda Metro Jaya Ungkap Kasus Peredaran Obat Palsu dan Ilegal

oleh

Polda Metro Jaya Ungkap Kasus Peredaran Obat Palsu dan Ilegal

www.suryanenggala.id, Jakarta, – Subdit Industri dan Perdagangan (Indag) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus peredaran obat palsu dan ilegal di tujuh lokasi yang berbeda di wilayah Jakarta, Depok, Bekasi dan Cirebon.

Polisi mengamankan 10 orang yang diduga terlibat dalam kasus memperjualbelikan berbagai jenis obat palsu tanpa izin edar dan obat keras tanpa keahlian dan kewenangan.

Ke-sepuluh orang yang diamankan berinisial RA, W, M, AAR, RI, CS, J, A, M, MD, AZ, mereka bertindak sebagai penjual atau sales dan dua orang sebagai produsen atau pembuat obat ilegal.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko bersama Direskrimsus Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan, kasus tersebut terungkap berawal dari keluhan dan laporan masyarakat terkait adanya dugaan obat yang di beli melalui toko online ternyata palsu.

“Terungkapnya kasus peredaran obat ilegal ini merupakan komunikasi yang di bangun Polda Metro Jaya sebagaimana penekanan Bapak Kapolda Metro Jaya yang membuka ruang untuk memberikan informasi dan aduan masyarakat,” kata Trunoyudo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/1/2023).

“Kita selalu membuka ruang untuk memberikan ruang informasi dan kita menyerap aspirasi maupun informasi pengaduan masyarakat terhadap berbagai keresahan maupun juga adanya segala tindak pidana yang terjadi di khususnya ibukota dan beberapa daerah masuk pada wilayah hukum Polda Metro Jaya,” paparnya.

Dir reskrimsus Auliansyah menjelaskan kronologi pengungkapan kasus peredaran obat palsu dan ilegal yang berawal dari informasi masyarakat.

“Kasus ini terungkap berawal dari salah satu program Bapak Kapolda dan Bapak Kapolri terkait dengan Jumat Curhat yang kemudian ditambah lagi oleh Bapak Kapolda dengan adanya sarana komunikasi dari masyarakat,” ujarnya.

“Dimana di program Bapak Kapolda ini kami menerima curhat dari masyarakat bahwa adanya peredaran obat palsu dan obat-obat ilegal. Kemudian kami Menindaklanjuti melakukan penyelidikan di beberapa tempat yang kemudian selain tempat kami juga melakukan penyelidikan melalui media yaitu media online ,” kata Aulia.

Aulia menyebut, dari hasil penyelidikan pihaknya mendapati dugaan peredaran obat palsu dan ilegal serta mengamankan beberapa orang pelaku.

“Kemudian, dari hasil pengembangan ada beberapa barang bukti yang mungkin rekan-rekan bisa melihat di depan yang sudah kami lakukan penyitaan. Termasuk hal ini juga kami melakukan pengembangan kembali,” katanya.

Aulia mengatakan, dari hasil penindakan awal pihaknya menemukan dua produsen atau pabrik rumahan pembuat obat-obatan ilegal.

“Kami mendapatkan ada dua produsen, satu di Jakarta kemudian satunya di wilayah Jawa Barat dalam hal ini Kota Cirebon ,kami melakukan penindakan dimana obat-obatan yang sudah kami lakukan penyitaan ini telah kami lakukan penelitian di BPOM dan kami berkoordinasi dengan teman-teman BPOM,” jelasnya.

“Hasilnya sudah ada bahwa dari berbagai obat yang sudah kami sita ini adalah memang obat secara global kita bilang ilegal, baik itu palsu maupun tanpa ada izin produksi dan tanpa ada izin dari BPOM ,” ungkap Aulia.

“Ada juga obat yang seharusnya sudah expired atau sudah kadaluarsa diganti bungkusnya sehingga obat tersebut seolah-olah masih baik atau belum kadaluarsa,” sambungnya.

Saat ini penyidik, kata Aulia masih melakukan pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut serta mengejar pelaku lainnya yang diduga terlibat dalam kasus peredaran obat palsu dan ilegal.

“Hasil penindakan yang sudah kami lakukan, kami sudah mengamankan sepuluh orang tersangka. Jadi ada penjual atau sales dan dua orang tertangkap sebagai produsen atau pembuat, kami juga sudah menyita 430.000 butir obat-obatan ilegal,” katanya.

“Mungkin ini juga nanti akan bisa berkembang lagi, dari hasil penyelidikan kita mungkin akan bertambah lagi (tersangka) ,” ucap Aulia.

Akibat perbuatannya para pelaku akan dijerat dengan Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidananya di atas lima tahun penjara dan denda maksimal Rp1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(titik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *