Deputi Vll BIN: Patroli 24 jam Intelijen “Tak mungkin Maksimal Tanpa Peran Serta Masyarakat”
www.suryanenggala.id – Jakarta. Deputi Vll Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto bersama Rudy Dharmawan Ketua Presidium Pemuda Indonesia hadir dalam diskusi Kebun Sirih, Intelijen Negara bekerja 24 jam untuk meredam segala potensi konflik dan radikalisme agar tidak muncul ke permukaan sehingga potensi disintegrasi bangsa bisa direndam.
Wawan menegaskan bahwa, Intelijen Negara bekerja 24 jam, tetapi dalam tugas senyap-nya, dunia intelijen membutuhkan partisipasi semua elemen bangsa.
“Intelijen kita pasti patroli 24 jam, memang kerjanya tidak terlihat dan laporannya tidak di ketahui publik. Tapi soal kemampuan deteksi sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat,” tutur Wawan dalam Diskusi Kebun Sirih, di Bakso Rusuk Jakarta, Kelapa Gading. Jumat, (12/03/2021).
Wawan juga menuturkan tanpa kepedulian masyarakat, mustahil intelijen bisa bekerja maksimal dan bekerja dengan semua institusi dan komponen masyarakat. Termasuk dengan kementerian luar negeri, kementerian dalam negeri, kepolisian dan TNI di semua wilayah dan daerah melalui BIN daerah.
“Masyarakat harus semakin pintar memilah mana ajakan positif dan mana yang destruktif. Jika ada ajakan ke arah situ harus berani menolak dan mencegah, karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Ingat anarkis bukan budaya kita,” tegas Wawan.
Wawan juga menghimbau kepada masyarakat untuk mengajak pihaknya agar memberi teladan kearifan sejak dini melalui lingkungan terkecil. Potensi radikalisme di Indonesia diakui memang ada pada kelompok dengan simbol dan atribut tertentu.
“Dari dulu kelompok seperti ini memang ada, sejak bangsa ini merdeka mereka memang sudah melakukan aksi-aksi yang sengaja menggangu. Sejauh inj aksi mereka selalu direndam,” ungkap Wawan.
Sementara itu, Ketua Presidium Pemuda Indonesia Rudy Dharmawan menyampaikan Faktor kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan ketidak Adilan menjadi faktor paling berbahaya bagi munculnya potensi radikalisme yang berpotensi pada disintegrasi bangsa.
“Indonesia memiliki landasan adil Pancasila dan itu sudah final. Kalau muncul gerakan radikalisme mengatasnamakan kilafah dan lain-lain itu terlalu mengada-ada,” jelas Rudy.
Tercatat dalam berbagai diktum, Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 untuk Indonesia bahwa mereka sepakat mengusulkan Indonesia, itu siapa? Juga dibuku kitab negara Kertagama, Indonesia Tan Hana, Indonesia Tan Maghruwo, dan seterusnya itu siapa ?, Bukan kilafah,” terang Rudy.
Lanjut Rudy, sebagai landasan berbangsa sudah tidak memiliki relevansi lagi dan harus ditolak. Jika tetap memaksakan, maka hukum harus bertindak tegas.
Rudy juga mengatakan, Pemerintahan Presiden Joko Widodo pun didorong untuk terus memperbaiki kesejahteraan rakyat agar tidak berontak dan melakukan hal-hal yang menyimpang dan mengundang. Presiden juga diminta bersikap tegas terhadap segala bentuk gerakan kilafah yang bertujuan merongrong Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Sebagai ASN dan pejabat, miris sekali mereka tidak hafal Pancasila. Saya aja sudah setua ini hafal Pancasila dan preambul UUD 45 di kepala. Masa mereka lupa atau sengaja melupakan,” pungkas Rudy.
(TK)