Apakah Masa Pandemi Membatasi Anak Berkreasi? ini Penjelasan Sekjen LPAI

oleh
Sekjen LPAI Henny Adi Hermanoe. (Foto/TK Surya Nenggala)

Apakah Masa Pandemi Membatasi Anak Berkreasi? ini Penjelasan Sekjen LPAI

www.suryanenggala.id – Jakarta. Sekretaris Jendral (Sekjen) Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Henny Adi Hermanoe mengatakan, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi perubahan pada pola interaksi sosial anak antar individu. Menurutnya, tak sedikit orang dari berbagai latar belakang keilmuan yang mengatakan anak-anak memiliki kerentanan tinggi terhadap gangguan psikologis sebagai dampak pandemi Covid-19.

Karena, Covid-19 melahirkan protokol kesehatan memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan serta telah mengubah mekanisme belajar anak sekolah secara drastis. Sehingga anak sekolah harus melakukan segala aktifitas belajarnya dari rumah.

Namun hal itu bisa diatasi dengan tetap memenuhi hak anak, dalam artian ketika ada pembatasan maka hak anak tidak boleh terabaikan. Artinya, guru-guru di sekolah tidak lagi bertatapan langsung dengan anak-anak, kemudian anak-anak tidak lagi bisa bermain langsung dengan teman-temannya.

Dalam hal ini, mereka harus tetap memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi motorik kasar mereka melalui permainan-permainan. Artinya, pandemi yang memaksa adanya pembatasan interaksi secara sosial, tentu saja akan berdampak pada anak-anak.

Sebab, manusia itu lahir sebagai mahluk sosial. Anak-anak butuh orang lain untuk mengembangkan berbagai potensi dirinya. Dalam hal ini peran orang tua menjadi modal utama untuk bisa membantu mengurangi bahkan menghilangkan dampak psikologis dengan menjadi orang tua efektif.

Masa Pandemi Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak, Ini Penjelasan Sekjen LPAI (dok:Titik/Surya Nenggala)

“Peran orang tua dirumah memang agak sulit. Ketika orang tua biologis harus berubah menjadi orang tua efektif. Efektif sebagai teman, sebagai sahabat, sebagai guru, maka itu adalah hal yang sulit,” tutur Henny di kantor LPAI di kawasan Salemba Jakarta Pusat, Rabu (20/01/2021).

Tetapi sebagai orang tua yang saat ini akan banyak berhadapan dengan anak dirumah karena sistem Pendidikan jarak Jauh (PJJ) dan anak-anak juga mengalami pembatasan bermain di lingkungan, maka orang tua harus pandai menjadi orang tua yang efektif yang bisa jadi sahabat mereka.

“Enggak cuma ngomel atau marahin ketika anak-anaknya tidak mampu melakukan tugas-tugas online dari guru tetapi menemani. Menemani dengan bijak kemudian menciptakan permainan-permainan yang menggunakan motorik kasar mereka. Sehingga mereka tidak hanya terpaku didepan layar gadged mereka, layar laptop, layar komputer atau di smartphone mereka,” sebut Henny.

“Bagaimana pun mereka tetap punya kesempatan untuk mengembangkan potensi motorik kasar mereka melalui permainan-permainan yang diciptakan oleh para orang tua,” tambahnya.

Menurut Henny, yang utama adalah bagaimana bisa membangun rasa empati pada anak. Ketika dia bermain dengan teman-temannya, kemudian dia melakukan kesalahan dia akan meminta maaf.

“Ketika ada teman-temannya yang curang, anak-anak akan belajar banyak hal. sehingga etika itu dibatasi maka tugas ini menjadi tugas orang tua untuk menciptakan sekolah di rumah yang menyenangkan. Dimana hak-hak mereka sebagai anak untuk bermain, berekreasi, bisa tetap terpenuhi dan tidak mengganggu potensi-potensi lain dari anak-anak.” imbuhnya.

Karena jika hak anak terabaikan, anak akan mengalami gangguan psikologis kerena pembatasan-pembatasan terlalu ketat dari orang tua. Orang tua terlalu memaksakan kehendaknya karena anak-anak harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara online yang belum tentu efektif.

“Nah, disinilah tugas orang tua. Bagaimana menghindari agar pembatasan yang terjadi di masa pandemi ini tidak menggangu anak-anak secara mental, tidak menggangu kondisi psikologis anak-anak kita,” ungkap Henny.

Lebih lanjut Henny menjelaskan, jurus jitu lain yang bisa dilakukan orang tua agar anak tak terdampak psikologis adalah dengan menemukan alternatif atau membuat cara belajar yang lebih kreatif untuk agar anak. Karena secara naluriah, anak-anak memiliki energi yang besar yang harus disalurkan.
“Ketika energi begitu besar itu dibatasi dan tidak bisa tersalurkan dengan baik, maka hasilnya bisa menjadi tidak baik. Apa lagi ketika orang tua melarang anak-anak untuk bermain di luar rumah karena kondisi memaksa untuk itu agar sebaran pandemi tak bisa menghampiri anak-anak,” tegas Henny.

Tetapi, hal itu harus tetap ada alternatif-alternatif yang diciptakan oleh orang tua. Sehingga, kesempatan anak-anak untuk melakukan kegiatan bermain yang menggunakan motorik kasar mereka bisa juga terpenuhi. Sebab, energi besar yang bisa disalurkan itu bisa membuat anak-anak tidak mengalami ketegangan atau kecemasan.

Menurut mantan Ketua Harian LPAI ini, tak hanya unsur motorik saja yang dipenuhi. Tapi kemudian unsur rekreasi mereka juga harus terpenuhi. Jadi tidak melulu belajar jarak jauh saja.

“Dari rumah, pemenuhan-pemenuhan lain juga harus dilakukan para orang tua. Sehingga anak-anak kita bisa tetap enjoy, anak tetap bisa menikmati masanya meski pun mereka belajar dengan pembatasan yang luar biasa. Harus ada alternatif lain yang diciptakan oleh orang tua, sebut Henny.

Henny mencontohkan, alternatif kegiatan itu seperti project berkebun bersama atau project untuk membersihkan satu tembok di mana anak-anak diberi kesempatan untuk ngecat tembok itu sesuai dengan warna yang mereka sukai. Atau bisa juga orangtua menciptakan kegiatan masak ‘fun cooking’.

“Masak bersama anak-anak, biasanya kalau mama bikin masakan tidak mau diganggu, kali ini beri kesempatan anak-anak untuk melakukan itu. Kotor sedikt enggak apa-apa, bersihkan bersama. Ajak anak-anak untuk bertanggung jawab. Kalau biasanya pagi-pagi anak-anak berangkat ke sekolah tempat tidurnya tidak dirapihkan, selama masa pandemi ini banyak waktu mereka di rumah, ajarkan mereka cara merapikan kamar, cara melipat melipat selimut, cara merapikan tempat tidur, bahkan cara menyapu,” tegas Henny.

“Itukan keterampilan-keterampilan yang pada saat dimasa biasanya anak-anak mungkin sedikit sekali mendapatkan itu. Dan hal tersebut merupakan hal-hal yang menggembirakan yang belum tentu dilakukan pada saat masa yang bukan masa pandemi,” lanjutnya.

Orang tua, dalam hal ini diharapkan bisa lebih kreatif untuk menciptakan alternatif-alternatif kegiatan yang dibutuhkan anak-anak sehingga tumbuh kembang mereka tetap bisa optimal dan tidak terganggu secara psikologis meski pun adanya pembatasan karena memang adanya protokol kesehatan yang harus diikuti.

“Saya melihat dalam perspektif anak dalam perlindungan anak. Karena kami dari LPAI harus lebih memperhatikan bahwa anak-anak memiliki hak belajar, bermain, sebagimana tercantum dalam Undang-Undang no 35 tahun 2014,’ pungkasnya.

“Jadi meski pun ada pembatasan untuk anak-anak dalam melakukan aktifitas utamanya di luar rumah akibat masa pandemi Covid-19, tetap saja kita harus memberikan hak-hak anak. Hak mereka untuk bermain, berekreasi melakukan kegiatan-kegiatan yang menggunakan motorik kasar mereka untuk bergerak, bermain, melompat sebagaimana mereka lakukan sebelumnya,” sambungnya.

(TK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *